Kamis, 29 Juli 2010

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Media televisi telah gencar beritakan kasus seorang ibu 2 anak yang kecewa dengan pelayanan RS. Omni (Rumah Sakit Omni Internasional). Rasa kecewa itu ditumpahkan (curhat) melalui email dan disebarkan melalui mailing list. Akhirnya, berita kecewa itu menyebar dari satu email ke email lainnya, dari milis A ke milis B, dan seterusnya hingga akhirnya terbaca oleh pihak RS. Omni. Penyelesaian yang ditempuh dari pihak RS. Omni adalah dengan memperkarakan Prita dan berujung pada penjara dengan delik aduan pencemaran nama baik.
Kisah Prita yang didakwa dengan Pasal 27 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (Undang-Undang ITE) tentang pencemaran nama baik lewat dunia maya menimbulkan reaksi kontraproduktif dari pengguna internet (netter & blogger) Indonesia. Dengan teknologi internet, netter menumpahkan segala pendapat yang rata-rata menentang kesewenanganRS. Omni dengan menuliskannya di blog, mendiskusikan di forum online, milis, komentar blog, dan membuat komunitas maya mendukung pembebasan Prita Mulyasari dengan Facebook, dll.
Hal yang perlu dicermati adalah, kasus Prita dan RS. Omni telah menyebar dari mulut ke mulut dalam bungkus teknologi internet. Apalagi para netter yang mempunyai blog telah menuliskan pendapatnya di blognya masing-masing dan menciptakan beragam komentar didalamnya. Mayoritas atau mungkin secara keseluruhan, para netter menentang aksi yang dilakukan oleh RS. Omni. Hasilnya akan menciptakan citra buruk bagi rumah sakit tersebut.

Google adalah mesin pencari yang bertugas menyimpan informasi teks dan gambar dari halaman website hasil publikasi dari blog/forum/milis. Melalui tautan link yang ada dalam halaman website tersebut, Google akan berdansa menyimpan satu persatu hingga jutaan kata kunci yang mengandung kata “Prita Mulyasari” dan “RS Omni” dalam database pencarian. Kata kunci tersebut akan tersimpan abadi dalam database Google dan sewaktu-waktu siap memuntahkannya pada hasil pencarian. Coba saja berkunjung ke Google dan ketik kata-kata kunci tersebut. Luar biasa dahsyat kecaman yang tersaji didalam Google bagi RS Omni.
Tanpa kita sadari, hal tersebut adalah publikasi gratis bagi Prita dan RS. Omni melalui dunia internet. Konsep internet marketing telah merasuk dalam menyikapi masalah kedua pihak. Kecaman dan beragam tanggapan adalah review dari pengguna internet (masyarakat) terhadap keberadaan sebuah produk. Kalau ditilik dari kasus Prita dan RS. Omni, sisi konsumen adalah Prita dan masyarakat. Sedangkan sisi penghasil produk adalah RS. Omni.
Salah satu hal yang perlu dipelajari bersama adalah, paradigma baru dalam penyebaran informasi produk bukan saja tercipta dari perusahaan yang bersangkutan, tetapi lebih kepada partisipasi publik. Internet adalah media super cepat dalam menyebarkan informasi dan mendapatkan partisipasi aktif didalamnya.
Jika kita berbicara website komunitas jejaring sosial seperti Facebook, Myspace, Friendster dll, jutaan orang rela untuk saling berbagi informasi disana. Disamping itu, partisipasi dari para blogger dalam memberikan informasi apa adanya akan menjadi kekuatan ampuh terhadap arus perubahan. Jika diolah untuk bidang usaha, semua hal diatas adalah kekuatan dari sebuah internet marketing.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa pengertian Pasien Sebagai Konsumen Jasa Pelayanan Di Bidang Medis?
2) Apa pengertian Tenaga Medis/Kesehatan?
3) Adakah perlindungan hokum bagi pasien sebagai konsumen pelayanan jasa dibidang medis?
4) Dapatkah pihak pasien yang dirugikan sebagai konsumen jasa pelayanan di bidang medis menuntut ganti rugi? Apa dasarnya?
5) Siapakah yang seharusanya bertanggung jawab atas kerugian pasien yang dimaksud?
1.3 Tujuan
1) Mengetahui pengertian Pasien Sebagai Konsumen Jasa Pelayanan Di Bidang Medis
2) Mengetahui pengertian Tenaga Medis/Kesehatan
3) Mengetahui perlindungan hukum bagi pasien sebagai konsumen jasa pelayanan di bidang medis.
4) Mengetahui apakah dasar pasien sebagai konsumen dapat menuntut ganti rugi.
5) Mengetahui pihak yang bertanggung jawab atas kerugian konsumen.












BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pasien Sebagai Konsumen Jasa Pelayanan Di Bidang Medis
Dalam pelayanan di bidang medis, tidak terpisah akan adanya seorang tenaga kesehatan dengan konsumen, dalam hal ini pasien. Pasien dikenal sebagai penerima jasa pelayanan kesehatandan dari pihak rumah sakit sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan dalam bidang perawatan kesehatan.14
Sebelumnya perlu juga untuk diketahui akan pengertian dari pasien itu sendiri. Menurut DR. Wila Chandrawila Supriadi, S.H, dalam bukunya, “Hukum Kedokteran” bahwa Pasien adalah orang sakityang membutuhkan bantuan dokter untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya, dan pasien diartikan juga adalah orang sakit yang awam mengenai penyakitnya.
Dari sudut pandangan sosiologis dapat dikatakan bahwa pasien maupun tenaga kesehatan memainkan peranan- peranan tertentu dalam masyarakat. Dalam hubungannya dengan tenaga kesehatan, misalnya dokter, tenaga kesehatan mempunyai posisiyang dominan apabila dibandingkan dengan kedudukan pasien yang awam dalam bidang kesehatan. Pasien dalam hal ini, dituntut untuk mengikuti nasehat dari tenaga kesehatan, yang mana lebih mengetahui akan bidang pengetahuan tersebut. Dengan demikian pasien senantiasa harus percaya pada kemampuan dokter tempat dia menyerahkan nasibnya. Pasien sebagai konsumen dalam hal ini, merasa dirinya bergantungdan aman apabila tenaga kesehatan berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya.
Keadaan demikian pada umumnya di dasarkan atas kerahasiaan profesi kedokteran dan keawaman masyarakat yang menjadi pasien.Situasi tersebut berakar pada dasar-dasar historis dan kepercayaan yang sudah melembaga dan membudaya di dalam masyarakat. Hingga kini pun kedudukan dan peranan dokter relatif lebih tinggi dan terhormat. Pasien sebagai konsumen jasa di bidang pelayanan medis, dengan melihat perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan yang pesat, resiko yang dihadapi semakin tinggi. Oleh karena itu, dalam hubungan antara tenaga kesehatan dengan pasien, misalnya terdapat kesederajatan. Di samping dokter, maka pasien juga memerlukan perlindungan hukumyang proporsional yang diatur dalam perundang-undangan.15 Perlindungan tersebut terutama diarahkan kepada kemungkinan-kemungkinan bahwa dokter melakukan kekeliruan karena kelalaian.
2.2 Tenaga Medis/Kesehatan
Yang dimaksud dengan Tenaga Kesehatan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 / 1996 Tentang Tenaga Kesehatan Pasal 1 (1) adalah “ setiap orangyang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan / atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan untuk melakukan upaya kesehatan.
Menurut Undang-Undang No;23 / 1992 Tentang Kesehatan , Pasal 1 (3) yang dimaksud Tenaga kesehatan adalah “ setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Dari pengertian Tenaga Kesehatan diatas perlu untuk diketahui katagori dari tenaga kesehatan itu sendiri. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 262 / Men. Kes / Per / VII / 1979 Tentang ketenagaan rumah sakit pemerintahan, ada empat katagori yang dikenal, diantaranya:
1.Tenaga Medis, Yakni lulusan fakultas kedokteran atau kedokterran gigi dan pasca sarjana yang memberikan pelayanan medis dan pelayanan penunjang medis. Kategori ini mencakup:
a.dokter ahli
b.dokter umum
c. dokter gigi, dan lainlain
2.Tenaga Paramedis Perawatan, yaitu lulusan sekolah atau akademi perawat kesehatan yang memberikan pelayanan perawatan paripurna, yakni :
a.penata rawat
b.perawat kesehatan
c. bidan
d.perawat khusus, dan lain-lain
3.Tenaga Paramedis Non Perawatan, yaitu lulusan sekolah atau akademi bidang kesehatan lainnya yang memberikan pelayanan penunjang, yakni;
analisis
a.penata roentgen
b.sarjana muda fioterapi
c.sarjana muda gizi
d.asisten analisis
e.asisten apoteker
f.pengatur rawat roentgen
g.pengatur rawat gigi
h.pengatur teknik gigi
i.pengatur rawat gigi
j.tenaga sanitasi
k.penata anastesi, dan lain-lain
4.Tenaga Nonmedis, yakni seorang yang mendapat pendidikan ilmu pengetahuan yang tidak termasuk pendidikan pada butir 1, 2, dan 3 di atas, yaitu:
a.sarjana administrasi perumah sakitan
b.sarjana muda pencatatan medis
c.apoteker
d.sarjana kimia
e.sajana kesehatan masyarakat
f.sarjana biologi
g.sarjana fisika medis
h.sarjana jiwa
i.sarjana ekonomi
j.sarjana hukum
k.sarjana teknik
l.sarjana akuntansi
m.sarjana ilmu social
n.sarjana muda teknik elektro medis
o.sarjana muda teknik sipil
p.sarjana muda fisika kesehatan
q.sarjana muda statistic
r.lulusan STM
s.pekerja sosial medis
t.lulusan SD, SLTP, SLTP.
Rincian tenaga kesehatan seperti yang tertuang di atas sangat penting terutama untuk menentukan tanggung jawab professional dan tanggung jawab hukumnya.
2.3 Perlindungan Hukum Bagi Pasien Sebagai Konsumen Pelayanan Jasa di Bidang Medis.
Mengenai perlindungan hukum terhadap pasien sebagai konsumen di bidang medis sudah ada ketentuan yang mengatur. Pada dasarnya ketentuan yang mengatur perlindungan hukum bagi konsumen dapat dijumpai pasal 1365 KUH Perdata yang berisikan ketentuan antara lain sebagai berikut: “Tiap perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian tersebut”.
Di dalam UU RI No. 23 / 1992 tentang kesehatan disebutkan juga perlindungan terhadap pasien, yaitu pasal 55 yang berisikan ketentuan antara lain:
1.Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan,
2.Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemberian hak atas ganti rugi merupakan suatu upaya untuk memberikan perlindungan bagi setiap orang atas suatu akibat yang timbul, baik fisik maupun non fisik karena kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan. Perlindungan ini sangat penting karena akibat kelalaian atau kesalahan itu mungkin dapat menyebabkan kematian atau menimbulkan cacat yang permanen.
Yang dimaksud dengan kerugian fisik adalah hilangnya atau tidak berfungsinya seluruh atau sebagian organ tubuh, sedangkan kerugian non fisik berkaitan dengan martabat seseorang.
Jika seseorang merasa dirugikan oleh warga masyarakat lain, tentu ia akan menggugat pihak lain itu agar bertanggung jawab secara hukum atas perbuatannya. Dalam hal ini diantara mereka mungkin saja sudah terdapat hubungan hukum berupa perjanjian di lapangan hukum keperdataan, tetapi dapat pula sebaliknya, sama sekali tidak ada hubungan hukum demikian.
Jika seseorang sebagai konsumen melakukan hubungan hukum dengan pihak lain, dan pihak lain itu melanggar perjanjian yang disepakati bersama, maka konsumen berhak menggugat lawannya berdasarkan dalih melakukan wanprestasi (cedera janji). Apabila sebelumnya tidak ada perjanjian, konsumen tetap saja memiliki hak untuk menuntut secara perdata, yakni melalui ketentuan perbuatan melawan hokum.
Dari ketentuan tersebut diberikan kesempatan untuk menggugat sepanjang terpenuhi empat unsur, yaitu terjadi perbuatan melawan hukum, ada kesalahan (yang dilakukan pihak lain atau tergugat), ada kerugian (yang diderita si penggugat) dan ada hubungan kausal antara kesalahan dengan kerugian itu.
Apabila terdapat kesalahan / kelalaian dari tindakan medik yang dilakukan oleh tenaga medis ( dokter, perawat atau asisten lainnya ), dalam hal ini dari pihak konsumen yang menderita kerugian dapat menuntut ganti rugi.
Dari kerugian yang di alami oleh konsumen, dalam hal ini mungkin tidak sedikit atau bisa juga dari kerugian tersebut berakibat kurang baik bagi konsumen. Seseorang dapat dimintakan tanggung jawab hukumnya (liable), kalau dia melakukan kelalaian / kesalahan dan kesalahan / kelalaian itu menimbulkan kerugian. Orang yang menderita kerugian akibat kelalaian / kesalahan orang itu, berhak untuk menggugat ganti rugi. Begitu pula terhadap kerugian yang dialami pasien dalam pelayanan medis, pasien dalam hal ini dapat menuntut ganti rugi atas kesalahan ataupun kelalaian dokter ataupun tenaga medis lainnya.
2.2 Dasar Penuntutan Ganti Rugi Terhadap Pasien Sebagai Konsumen Jasa Pelayanan Jasa Di Bidang Medis
Mengenai tuntutan ganti kerugian secara perdata menurut pasal 1365 KUH Perdata, pelaku harus mengganti kerugian sepenuhnya.6 Akan tetapi terdapat juga suatu ketentuan hukum yang menentukan bahwa apabila kerugian ditimbulkan karena kesalahan sendiri, ia harus menanggung kerugian tersebut. Dari rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa pihak yang dirugikan cukup membuktikan bahwa kerugian yang diderita adalah akibat perbuatan pelaku.
Dasar tuntutan dari pihak pasien (konsumen) dapat dilihat dalam UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan yaitu pasal 55. Dari ketentuan pasal tesebut maka dari pihak paramedis diharuskan berhati hati di dalam melakukan tindakan medis yang mana dari pihak pasien mempercayakan sepenuhnya akan tindakan tersebut.
Dalam konsep dan teori dalam ilmu hukum, perbuatan yang merugikan tersebut dapat lahir karena :
1.Tidak ditepatinya suatu perjanjian atau kesepakatan yang telah dibuat (yang pada umumnya dikenal dengan istilah wan-prestasi) ; atau
2.Semata-mata lahir karena suatu perbuatan tersebut (atau yang dikenal dengan perbuatan melawan hukum.
Dalam perlindungan terhadap pasien sebagai konsumen jasa yang mana merasa dirugikan oleh dokter ataupun pihak rumah sakit, dan tindakan tersebut menimbulkan suatu kerugian yang tidak sedikit ataupun dari tindakan tersebut menimbulkan kematian, maka dalam hal ini si pelanggar hukum masih tetap berwajib memberi ganti rugi
2.3 Pihak Yang Bertanggung Jawab Atas Kerugian Terhadap Pasien Sebagai Konsumen Pelayanan Jasa Di Bidang Medis.
Kasus hukum dalam pelayanan medis umumnya terjadi di rumah sakit dimana tenaga kesehatan bekerja. Rumah sakit merupakan suatu yang pada pokoknya dapat dikelompokkan menjadi :
pelayanan medis dalam arti luas yang menyangkut kegiatan promotif, preventif, kuratif ,dan rehabilitatif
pendidikan dan latihan tenaga medis
penelitian dan pengembangan ilmu kedokteran.
Pertanggung jawaban hukum rumah sakit, dalam hal ini badan hukum yang memilikinya bisa dituntut atas kerugian yang terjadi, bisa secara :
1.langsung sebagai pihak, pada suatu perjanjian bila ada wanprestasi, atau
2.tidak langsung sebagai majikan bila karyawannya dalam pengertian peraturan perundang-undangan melakukan perbuatan melanggar hukum.
Wujud ganti kerugian tersebut bertujuan untuk memperbaiki keadaan, dan dari pengganti kerugian kebanyakan besar berupa sejumlah uang.
Pengganti kerugian tersebut harus dinilai menurut kemampuan maupun kedudukan dari kedua belah pihak dan harus pula disesuaikan dengan keadaan. Ketentuan yang paling akhir ini pada umumnya berlaku dalam hal memberikan ganti kerugian yang diterbitkan dari suatu perbuatan melawan hukum terhadap pribadi seseorang.
Dalam hal pertanggung jawaban atas pelayanan medis, yang mana pihak pasien merasa dirugikan maka perlu untuk diketahui siapa yang terkait di dalam tenaga medis tersebut. Tenaga Medis yang dimaksud adalah dokter, yang bekerjasama dengan tenaga profesional lain di dalam menyelenggarakan dan memberikan pelayanan medis kepada masyarakat atau pasien. Disamping perawat, tenaga profesional lain dalam bidang kesehatan dan medis, seperti ahli laboratorium dan radiologi, pendidik dan penyuluh kesehatan, penata berbagai peralatan dan perlengkapan medis, terutama dalam lembaga pelayanan seperti rumah sakit, klinik spesialis, dan praktek bersama , sangat diperlukan sebagai pendamping dokter. Dokter juga memerlukan pembantu dalam bidang adminisrtrasi, asuransi, akuntansi, hukum dan kemasyarakatan. Lembaga yang tampak kompleks, meskipun terorganisasi rapi ini disebut “birokrasi pelayanan medis”.
Jika dalam tindakan medis terjadi kesalahan dan mengakibatkan kerugian dari pihak pasien, maka tanggung jawab tidak langsung kepada pihak rumah sakit. Mengenai tanggung jawab terlebih dahulu harus melihat apakah kesalahan tersebut dilakukan oleh dokter itu sendiri atau tenaga medis lain. Setiap masalah yang terjadi baik sengaja ataupun tidak sengaja perlu diteliti terlebih dahulu. Jika kesalahan yang dilakukan oleh para medis tersebut khusus dokter yang melakukan, biasanya pihak rumah sakit yang bertanggung jawab secara umumnya. Dan dokter sebagai pelaksana tindakan juga dapat dikenakan sanksi.
Terhadap tenaga kesehatan khususnya yang bekerja di rumah sakit, ada dua tenaga yaitu : tenaga dari PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan Swasta. Di dalam melaksanakan tugas profesinya, baik tenaga dari PNS ataupun Swasta mempunyai perbedaan dalam tanggung jawab. Terhadap tenaga kesehatan (dokter) dari PNS yang melakukan kesalahan / kelalaian dalam tindakan medis, biasanya dokter tersebut diberikan sanksi berupa pemindahan kerja ke instansi kesehatan lain atau pemberhentian sementara. Sedangkan terhadap dokter yang swasta, dalam hal melakukan kesalahan / kelalaian biasanya sanksi yang dijatuhkan berupa diberhentikan oleh rumah sakit tempat ia bekerja. Dan akibat dari kesalahan dokter atau paramedis lain yang menyebabkan kerugian terhadap pasien akan menjadi beban bagi pihak rumah sakit.
Pemberian sanksi juga diatur dalam ketentuan Pasal 54 (1) UU No.23/ 1992 Tentang kesehatan yaitu “ terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin”.
Mengenai tanggung jawab diatur dalam pasal 1367 KUH Perdata sebagai penjabaran lebih lanjut mengenai siapa dan apa saja yang berada di bawah tanggung jawabnya. Masalah tanggung jawab hukum perdata ini membawa akibat bahwa yang bersalah (yaitu yang menimbulkan kerugian kepada pihak lain) harus membayar ganti rugi.
Tanggung Jawab dilihat dari segi hukum perdata mengandung beberapa aspek, yaitu dapat ditimbulkan karena “wanprestasi”, karena perbuatan melanggar hukum, dapat juga karena karena kurang hati-hatinya mengakibatkan matinya orang dan juga karena kurang hati-hatinya menyebabkan cacat badan. Akibat perbuatan yang mengakibatkan kerugian tersebut terbawa oleh karena sifat daripada perjanjian yang terjadi antara dokter dengan pasien merupakan suatu perjanjian yang disebut “inspannings verbintenis”. Suatu perjanjian yang harus dilaksanakan dengan teliti dan penuh hati-hati (inspanning)12 Dan hubungan dokter dengan pasien ada juga dengan perikatan hasil, atau yang dikenal dengan “resultaat verbintenis “.
Sehingga berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di depan,maka perlu kiranya kepentingan pasien juga diperhatikan dengan mengadakan perlindungan terhadap korban yang menderita kerugian dari kesalahan tenaga medis dengan mempercepat proses untuk mendapatkan ganti rugi.






PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN
SEBAGAI KONSUMEN di BIDANG MEDIS
Disusun sebagai tugas Tengah Semester gasal
Dengan dosen pengampu Ibu Celina Tri Siwi S.H; M.Hum















DADANG HATMA SUWOTO (200741003)


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KATHOLIK WIDYA KARYA
MALANG
2009
BAB VI
PENUTUP
A.Kesimpulan
Berdasarkan atas apa yang telah diuraikan dalam bab – bab tersebut di atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut :
1.Bahwa perlindungan hukum terhadap pasien ada, hal ini diatur di dalam UU No. 23/ 1992 Tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah RI No. 32 / 1996 Tentang Tenaga Kesehatan dan KUH Perdata.
2.Pihak pasien, dapat menuntut ganti rugi terhadap kesalahan / kelalaian tenaga medis, yang didasarkan ketentuan Pasal 1365-1366 KUH Perdata, Pasal 55 dari UU No. 23 / 1992 Tentang Kesehatan dan Pasal 23 dari PP RI No. 32 / 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.
3.Mengenai siapa yang harus bertanggung jawab terhadap kerugian pasien yaitu rumah sakit tidak selalu bertanggung jawab jika terjadi kesalahan dari tenaga kesehatan di Rumah Sakit bersangkutan, karena dari tenaga kesehatan sendiri ada yang langsung bertangung jawab atas kerugian yang dialami pasien.
B.Saran
Hendaknya perlindungan hukum terhadap pasien maupun perlindungan dan tanggung jawab tenaga kesehatan haruslah diatur dalam undang – undang tersendiri. Pengaturan khusus ini diperlukan baik untuk kepentingan pasien itu sendiri dan tenaga kesehatan. Dari pihak pasien sendiri jika merasa tidak puas terhadap tindakan tenaga kesehatan, janganlah mengambil kesimpulan dan mengganggap kesalahan selalu berada pada pihak tenaga kesehatan.





http: /Wikipedia.com/hukum_perjanjianelayanan Medis, Citra, Konflik, dan Harapan, Kanisius, Yogyakarta, 1989Gunawan Widjaya & Yani Ahmad, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar